Sepeninggal sang
raja, tinggallah permaisuri beserta kedua puteranya. Satu bulan sudah berlalu
hati sang permaisuri selalu berharap harap cemas diiringi doa semoga sang raja
selamat di dalam perjalanan dan dapat segera kembali. Akan tetapi hampir empat
bulan sudah berlalu kabar berita tak kunjung tiba. Hati permaisuri diliputi
kecemasan. Hampir setiap hari permaisuri menangis dan menangis mengingat nasib
sang raja. Menjelang satu tahun kepergian sang raja sang permaisuri hanya dapat
merenung seorang diri di suatu tempat di atas bukit. Tempat tersebut sering dikunjunginya
beserta sang raja dalam mengisi waktu luangnya. Permaisuri tak ingin lagi
kembali ke istana. Kedua puteranya sudah tidak dihiraukan lagi. Siang dan malam
dia hanya merenung dan menangis seorang diri.
Hari berganti
minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, tubuh sang permaisuri
telah ditumbuhi lumut dan membatu. Kedua puteranya kini telah terpisah yang
satunya pergi ke arah barat melalui darat menyusul sang raja dan perjalanannya
terhenti di suatu tempat yang namanya Taliwang, sedangkan puteranya yang lain
tetap bersama ibunya dan berubah menjadi seekor kera.
Â
Akan halnya
putera raja yang tetap menjadi manusia dapat tetap hidup dan mencoba makan
dengan lauk yang bukan dari gula merah. Bahkan sang putera raja berhasil
mempersunting seorang puteri setempat untuk dijadikan istri. Dengan perasaan
bagga dia kembali menemui ibu dan saudaranya sambil memboyong istrinya, namun
sesampainya di wilayah kerajaannya dia dan istrinya terperanjuat oleh kehadiran
seekor kera besar yang tak lain adalah saudaranya sendiri. Disangkanya kera
tersebut akan menyerangnya keudian dibacoknya kera tersebut dengan pedangnya
namun tidak mempan.
Â
Karena kenyataan
itu maka putera raja bersama istrinya berlari untuk menyelamatkan diri dari
serangan sang kera yang sebenarnya sang kera tidak bermaksud menyerang tetapi
hanya ingin memeluk saudaranya yang telah lama berpisah. Putera raja bersama
istrinya terus berlari ke arah selatan dan bersembunyi di sebuah gua di pinggir
pantai sampai keduanya membantu di dalam gua tersebut. Sekarang gua tersebut
dikenal nama Liang Dewa, sedangkan letak kerajaannya adalah daerah atau wilayah
Muer kecamatan Plampang. Dan
Batu sang permaisuri sekarang ini masih dapat dilihat dan oleh masyarakat
setempat disebut Batu Tongkok. Â Â Â Â Â